Kondisi medan yang terjal, tidak menyurutkan semangat Sihar Sitorus untuk bertemu langsung para petani kemenyan di hutan Si Tindo Asu, Desa Aek Nauli, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan, Selasa (20/03).

Setibanya di tengah hutan, Sihar langsung berkomunikasi langsung dengan seorang petani yang sedang panen kemenyan. Beliau yang sebelumnya telah berdiskusi dengan pengusaha kemenyan, ingin mengetahui langsung keadaan petani kemenyan di Humbang Hasundutan. Tanpa ragu, Sihar mengikuti kemana arah petani menyusuri hutan memanen kemenyan.

Selepas melihat langsung proses pengambilan kemenyan, Sihar dijamu kopi di gubuk sederhana yang dibangun di tengah hutan oleh para petani. Saat inilah dimanfaatkan para petani untuk bercerita mengenai mata pencaharian mereka.

Para petani menguraikan bahwa setiap bulannya mereka bisa menghasilkan 5 sampai 10 kilo kemenyan. Harganya pun Rp. 300.000 per kilo untuk kualitas kemenyan terbaik. Pohon kemenyan yang sudah bisa mereka panen harus sudah berusia 15 tahun.

“Harganya sudah bagus. Sudah naik. Cuma produksi lahan kami sudah mulai berkurang. Karena berkurangnya hutan alam tempat kemenyannya bisa tumbuh, penebangan ini lah yang buat berkurang produksinya,” ujar Charles Lumban Gaol, Salah Seorang Petani Kemenyan.

Bagi Sihar, usaha kemenyan ini menyentuh banyak aspek dalam kehidupan Humbang Hasundutan. Aspek ekonomi sebagai yang utama, dimana penghasilan dari kemenyan ini lumayan tinggi dan menopang hidup para petani. Kemudian aspek kearifan lokal, dimana ada banyak sekali kepercayaan masyarakat setempat mengenai kemenyan yang masih dipelihara sampai sekarang.

“Uniknya, pohon kemenyan ini harus hidup bersama pohon jenis lain. Ini akan memperkaya ekosistem, harus dilestarikan,” ujar Sihar.

Hal inilah yang menurut Sihar harus dijaga dan dilestarikan. Petani kemenyan ini harus lebih diperhatikan, terutama mengenai lahan mereka yang kian menipis.